Bunda Marissa Haque & Ayah Ikang Fawzi

Bunda Marissa Haque & Ayah Ikang Fawzi
Mendoakan Pernikahan Langgeng, selamat HUT ke 24 & ke 25 tahun Pernikahan Bunda Icha & ayah Ikang

Bunda Marissa Haque sedang Fathu Makkah, Namun Masih Diperhitungkan

Bunda Marissa Haque sedang Fathu Makkah, Namun Masih Diperhitungkan
Padahal Sedang Cuti Berpolitik, Alhamdulillah Bunda Marissa Haque Masih Diperhitungkan

Marissa Haque & Ikang Fawzi Hasil dari Ranah Berpolitik (2010)

Marissa Haque & Ikang Fawzi Hasil dari Ranah Berpolitik (2010)
Metro TV 2010, Ikang Fawzi & Marissa Haque, Hasil Polling

Ayah Ikang Fawzi & Oom Chandra Darusman: Karya Dua Anak Deplu Alumni UI, 1982

Ikang Fawzi & Chandra Darusman: Kompaknya Dua Anak Deplu Alumni UI (Universitas Indonesia/ILUNI), 1982

Senin, 06 Februari 2012

Hari Ini Bunda Icha Masih Diserang oleh Dee Kartika Djumadi (Diduga Penjahat Cyber): Mohon Dibaca oleh Dr. Arif Satria, Prima Gandhi (HMI), Alvin Adam (Just Alvin), Addie MS & Memes


Berikut bahan untuk Alvin Adam cs di Metro TV  untuk Acara "Just Alvin."

Sampai detik ini tertanggal 7 Februari 2012, saya yang bernama Marissa Grace Haque Fawzi masih merasakan serangan cyber-bully dari yang diduga bernama Dee Kartika Djumadi. Saya sedang berpikir keras "harus diapakan" orang yang bersangkutan tersebut agar berdampak jera. Karena sejujurnya saya dan keluarga merasa sangat terganggu! Allahu Akbar...


Untuk mengetahui siapa yang bersangkutan pelaku teror cyber tersebut (diduga bernama Dee Kartika Djumadi) dan kualitas manusia seperti apa dirinya itu, alangkah baiknya kita semua pelajari informasi dari seorang sahabat bernama Mas Sony Kusumasondjaja FORUM KAHMI di DIKTI, sebagai berikut di bawah ini:


Sent: Tuesday, January 17, 2012 7:47 PM
Subject: tentang kartika dee

  Assalamualaikum wr.wb.
Dear rekan-rekan Diktiers,

Mungkin sebagian rekan Diktiers sempat mendengar adanya konflik yang melibatkan artis lawas yang saat ini masuk ke dunia politik - Marissa Haque. Konflik yang sedang hangat muncul di tayangan infotainment Indonesia tersebut memang bersumber pada Marissa Haque sedang terlibat perang di media Twitter dengan musisi senior, Addie MS - beserta istrinya, Memes, dan putranya, Kevin Aprilio. Namun, mungkin tidak banyak yang paham, bahwa konflik tersebut bermula dari ketersinggungan Marissa Haque yang dituding oleh seseorang di media Twitter juga. Tuduhan tersebut mengatakan bahwa disertasi Marissa Haque di Program S3 IPB sebenarnya tidak layak diluluskan karena dibuatkan orang lain. Nah, masalah menjadi berkembang ke mana-mana bahkan sampai melebar ke konflik pribadi antara Marissa Haque dengan keluarga Addie MS. 

Bagi yang ingin memahami kronologis kisahnya, silakan mengunjungi/membaca notes yang saya tulis di Facebook saya yang berjudul "Sebuah Catatan tentang Perang Kamseupay". 

Nah, di sini saya tidak akan mengupas masalah kehidupan selebritis kita yang memang seringkali tidak bisa masuk dalam nalar saya. Saya ingin menyoroti soal tuduhan kepada Marissa Haque tentang disertasinya; lebih tepatnya menyoroti tentang "siapa sebenarnya yang melontarkan tuduhan tersebut". 
Tuduhan tersebut dilontarkan oleh seseorang bernama Dyah Kartika Rini Djoemadi. Siapa beliau..? Beliau adalah aktivis di berbagai organisasi profesi, termasuk DPP HIPMI dan KADIN Indonesia. Beliau juga (pernah) aktif di Partai Amanat Nasional dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Komunikasi Kreatif PP PAN pada sekitar 2007. Beliau memiliki perusahaan konsultan kebijakan publik bernama SpinDoctor Indonesia. Dan beliau juga (pernah) menjabat sebagai senior fellows/experts di Paramadina Public Policy Institute, serta sebagai Dosen Pascasarjana di perguruan tinggi di Jakarta, termasuk di Universitas Indonesia. 
Yang menjadi persoalan adalah bahwa Ibu Dyah Kartika Rini Djoemadi - atau biasa dipanggil Kartika Djoemadi atau Dee Kartika - dalam berbagai kesempatan menyebut dirinya sebagai lulusan PhD di bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam, Belanda. Hal ini bisa teman-teman baca dan lihat sendiri dalam print-out berbagai situs di Internet yang saya rangkum dan saya attach di postingan ini. Pengakuan sebagai lulusan PhD dari Amsterdam ini cukup aneh, karena pada April 2007, beliau masih menyebut dirinya sedang “menyelesaikan Program Doktoral di bidang Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia” (lihat attachment “Dee Kartika di Media Massa4”), dan pada Februari 2009, beliau juga menyatakan “masih menyelesaikan disertasi di S3 Komunikasi UI” (lihat attachment “Dee Kartika di Media Massa5”). Namun, pada bulan September 2011, di website Paramadina Public Policy Institute, pada halaman profil Senior Fellows/Experts di Institut tersebut, beliau menyebut diri sebagai PhD in Macro Economic from University van Amsterdam, the Netherland (lihat attachment “profil Paramadina Public Policy Institute (lama)”). Lalu, dalam berbagai profil beliau – mulai dari situs LinkedIn, MySpace, profil pendiri (founder) di website perusahaan SpinDoctors, profil Board of Director di website perusahaan SpinDoctors, dan lain-lain, beliau selalu menyebut diri sebagai PhD di bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam. Semua informasi yang menjadi bukti-bukti statement ini sudah saya lampirkan dalam attachment
Nah, pada tanggal 2 Januari 2012, seorang rekan PhD student yang sedang menempuh studi di Leiden University bernama Buni Yani menanyakan kepada beliau melalui email, apakah benar beliau lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam. Dan beliau mengiyakan. Setelah menanyakan kebenaran hal ini kepada pihak Universiteit van Amsterdam, ternyata pihak Universiteit van Amsterdam memberikan klarifikasi melalui email (lihat attachment “Klarifikasi Universiteit van Amsterdam”) bahwa tidak pernah ada student bernama Dyah Kartika Rini Djoemadi terdaftar di Universiteit van Amsterdam. Bahkan, di website School of Economics Universiteit van Amsterdam (http://ase.uva.nl/aseresearch/object.cfm/objectid=DA8E9304-C6EB-4172-AD771508C05A11DB) yang menampilkan daftar nama lulusan PhD yang berhasil mempertahankan disertasinya di bidang Ekonomi Makro di universitas tersebut sejak tahun 2005 sampai dengan 2011, tidak tercatat nama Dyah Kartika Rini Djoemadi. Informasi dari rekan Aprina Murwanti (University of Wollongong, Australia), DIKTI juga tidak pernah mencatat penyetaraan ijazah luar negeri dari Belanda – dalam bidang ilmu apapun – atas nama Dyah Kartika Rini Djoemadi (silakan lihat http://ijazahln.dikti.go.id/v4/detail_negaraptr.php?kodept=604017&page=1 ). 
Pertanyaan yang mengusik benak saya adalah:
SATU 
Apabila beliau menyelesaikan Master di Komunikasi UI pada tahun 2002 dan pada April 2007 serta Februari 2009 mengaku masih menyelesaikan program Doktoral di Komunikasi UI, lalu bagaimana bisa beliau mencantumkan gelar PhD bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam pada tahun 2011? Setahu saya, program Doktoral di Belanda tidak bisa diselesaikan dalam waktu 2 tahun saja. Jadi, bagaimana mungkin..? 
DUA
Apabila nama beliau tidak terdaftar di database Universiteit van Amsterdam, tidak tercatat sebagai lulusan di School of Economics, Universiteit van Amsterdam, dan tidak tercatat dalam daftar lulusan luar negeri yang menyetarakan ijazahnya di Dikti, lalu bagaimana bisa beliau mencantumkan gelar PhD bidang Ekonomi Makro, Universiteit van Amsterdam dalam berbagai kesempatan dan pada berbagai media..? 
TIGA
Kalau memang beliau menempuh studi di Program Doktoral Komunikasi UI, bagaimana mungkin beliau mendapatkan gelar PhD..? Bukankah UI memberikan gelar DR – dan bukan PhD – kepada lulusan S3-nya..? Kalaupun beliau lulusan dari S3-UI, bagaimana mungkin, nama beliau di berbagai media selalu disebut sebagai lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam..? 
EMPAT
Kalau memang beliau adalah lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam sebagaimana yang beliau akui, lalu mengapa saat ini, beliau menghapus semua keterangan tentang riwayat pendidikan beliau di berbagai situs yang menampilkan profil atau CV beliau..? Dulu di situs LinkedIn, MySpace, profil Kompasiana, profil di perusahaan beliau, beliau selalu menyatakan diri sebagai lulusan PhD bidang Ekonomi Makro, Universiteit van Amsterdam. Record ini masih bisa dilacak di search engine Google sampai hari ini – dan sebagian besar sudah saya scan dan saya lampirkan dalam email ini. Namun, kalau kita membuka situsnya (tidak dari Google), keterangan bahwa beliau adalah lulusan PhD dari Amsterdam sudah dihapuskan. Apa yang sebenarnya terjadi..? 
LIMA
Upaya konfirmasi kepada beliau sudah dilakukan oleh banyak pihak. Melalui media Twitter (yang seringkali digunakan oleh beliau), banyak pihak – termasuk Pak Buni Yani di Leiden University, saya, Ibu Aprina Murwanti (University of Wollongong), pak Agung Tri Setyarso (Jepang),  dan lain-lain – meminta kepada beliau untuk menyebutkan (1) judul disertasi/penelitian PhD beliau, (2) nama supervisor PhD beliau, dan (3) tanggal defense sidang PhD di Universiteit van Amsterdam, namun tidak pernah dijawab dan tidak pernah direspon. Padahal, kalau memang (misalnya) terjadi kesalahan dalam system database di Universiteit van Amsterdam yang menyebabkan nama beliau tidak tercatat sebagai student maupun sebagai lulusan – informasi tentang judul penelitian dan nama supervisor serta tanggal defense itu bisa digunakan tidak hanya untuk mengkonfirmasi gelar PhD beliau, tapi juga untuk menyampaikan terjadinya kesalahan pencatatan dalam database universitas sekelas Universiteit van Amsterdam. Konfirmasi juga bisa dilakukan langsung kepada supervisor beliau, bukan..? Komputer dan database bisa saja mengalami error, tapi semestinya supervisor beliau akan masih mengingat beliau sebagai salah satu mahasiswa bimbingan PhD-nya. Sayang sekali, beliau tidak bersedia menyebutkan tiga informasi yang kami tanyakan di atas. 
Proses korespondensi antara rekan Buni Yani dan Kartika Djoemadi – di awal-awal munculnya “pertanyaan” tentang benar tidaknya gelar PhD tersebut, bisa dilihat di attachment “Korespondensi Email Dee Kartika”. 
Dengan rentetan kejadian ini, mau tidak mau, wajar saja jika muncul kecurigaan saya bahwa telah terjadi kecurangan atau mungkin kejahatan akademis – menggunakan gelar akademis tanpa hak. Saya sebagai seorang insan akademik merasa sangat terusik dengan hal ini. Yang membuat saya jadi gelisah adalah bahwa ada seseorang yang aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan, aktif di Partai Politik, dan aktif pula menjadi tenaga pengajar dan peneliti yang menggunakan gelar PhD tersebut tanpa hak. Dan, sayangnya, beberapa orang yang mengetahui kasus ini memilih untuk berdiam diri – ada yang beralasan “tidak mau mengorek-ngorek aib orang”, ada yang beralasan “demi persahabatan”, dan lain-lain. 


Saya juga tidak paham, bagaimana Kemendiknas atau Dikti/Ditnaga atau Universitas Indonesia atau Universitas Paramadina atau lembaganya Paramadina Public Policy Institute akan merespon dugaan pemalsuan gelar ini.  
Masa sih, mereka tidak tahu keributan yang terjadi di media Twitter selama hampir dua minggu ini..? Ataukah ini memang bukanlah kejahatan akademik sebagaimana yang saya kira selama ini..? Apakah memang benar, bahwa seseorang boleh saja dan sah-sah saja menyematkan atribut PhD (tanpa harus benar-benar memperolehnya secara sah) - lalu menggunakan atribut itu untuk tampil sebagai pembicara, sebagai peneliti di sebuah lembaga riset, sebagai dosen, dll..? Saya hanya berpikir, kalau kejadian seperti ini kita diamkan selamanya, niscaya hal seperti ini akan menjadi sesuatu hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Betapa mengerikannya apabila hal itu betul-betul membudaya di dunia pendidikan Indonesia. 
Di sini, saya tidak bermaksud untuk mengorek-ngorek aib yang bersangkutan. Saya juga tidak berminat untuk jadi pahlawan kesiangan. Saya tidak kenal beliau secara personal, dan saya juga tidak kenal Marissa Haque yang sempat menjadi “musuh online” beliau. Posting ini saya tujukan di milis ini (1) sebagai bentuk keprihatinan saya akan kejadian yang sangat menyedihkan ini, (2) sebagai upaya “perlawanan” atas kejahatan akademis yang mungkin telah terjadi tapi tidak terlalu diperhatikan, dan (3) sebagai upaya permintaan tolong seandainya rekan-rekan Diktiers semua memiliki pandangan atau ide tentang apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghadapi masalah ini. 
Demikian informasi ini saya sampaikan, semoga bermanfaat, dan menggugah kita semua untuk berbuat sesuatu. Maaf apabila ada rekan-rekan yang kurang berkenan dengan posting ini.  Maaf juga karena saya terpaksa melampirkan attachment yang ukurannya sangat besar. Mohon dimaklumi, karena meskipun isinya adalah file yang saya cetak dari Internet, sebagian besar file tersebut sudah susah untuk diakses (ada yang sudah dihapus, dll), terutama kalau kita tidak terlalu menguasai trik-trik pencarian menggunakan search engine. 

Terima kasih
Wassalaumalaikum wr.wb.

SONY KUSUMASONDJAJA 

 "Hari Ini Saya Masih Diserang oleh Dee Kartika Djumadi (Diduga Penjahat Cyber):  Mohon 
 Dibaca oleh Dr. Arif Satria, Prima Gandhi (HMI), Alvin Adam (Just Alvin), Addie MS & Memes"

Sabtu, 04 Februari 2012

Mengelola Semangat dengan Pikiran: dalam Bunda Marissa Haque Fawzi

Ketika saya merasa prihatin serta galau terhadap apa yang terjadi terkait dengan  berpulangnya Porf. Dr. Sofyan Harahap salah seorang guru ekonomi syariahku Dekan FE Universitas Trisakti Jakarta, ditetapkannya angelina Sondakh sebagai tersangka korupsi oleh KPK, terancamnya 'posisi' Bang Anas Urbaningrum terkait dijadikannya Angelina Sondakh sebagai tersangka, dan berpulangnya Oom HIM Damsyik salah seorang kerabat dekat dan aktor kesayangan kami saat saya dan keluarga menelola rumah produksi PT RAM Films. Tulisan dari kompas.com ini menarik untuk dijadikan rujukan langkah hidup kita. Sebagai berikut:


Kompas.com - Apa yang kita pikirkan akan mendefinisikan semangat kita. Itu mengapa sangat penting untuk selalu membuat diri termotivasi dan memanamkan dalam pikiran bahwa kita mampu memberikan hasil terbaik.

marissa-haque-anggun-sebaga-calon-hakim-mk

Berbeda dengan pemahaman banyak orang selama ini yang menyebutkan bahwa semangat bisa habis dan harus diisi kembali dengan mengambil jeda, para ahli dari Stanford University berusaha membuktikan bahwa pendapat tersebut kurang tepat. Menurut mereka, semangat yang layu lebih disebabkan karena faktor mindset belaka.

Dari hasil penelitian mereka, diketahui kesanggupan seseorang untuk terus bekerja atau bersemangat sangat ditentukan oleh seberapa besar dan sebatas apa mereka mampu melakukannya.

“Bila Anda merasa semangat itu ada batasnya, maka Anda juga akan mudah lelah jika melakukan pekerjaan yang sulit. Tapi jika Anda merasa tekad dan semangat adalah sesuatu yang tak mudah habis, Anda bisa terus dan terus,” kata Veronika Job, peneliti dari Stanford University.

Dalam penelitiannya, Job dan timnya melakukan serangkaian eksperimen untuk menguji para mahasiswa tentang kegigihan mereka. Setelah mengerjakan tugas-tugas kuliah yang melelahkan, mahasiswa yang yakin bahwa semangat itu terbatas, memiliki hasil ujian konsenstrasi yang buruk dibanding dengan mereka yang yakin bahwa semangat adalah sesuatu yang bisa dikendalikan.

“Mahasiswa yang diberikan pengaruh bahwa konsentrasi mereka ada batasnya harus mengambil jeda beberapa saat sebelum melakukan tugas berikutnya. Namun keyakinan bahwa semangat adalah sesuatu yang tidak terbatas membuat mahasiswa lainnya lebih kuat dalam menghadapi tantangan tugas sulit,” kata para peneliti.

Dalam jurnal Psychological Science, para peneliti mengatakan bahwa kuat tidaknya seseorang menghadapi godaan sangat ditentukan oleh kekuatan pikiran. Mereka mengatakan, hasil penelitian ini bisa menjadi landasan keyakinan bagi para pecandu untuk mengatasi masalahnya atau para pekerja yang sering kehilangan motivasi bekerja.

Jumat, 03 Februari 2012

Bunda Marissa Haque Fawzi: "Hukum, Biologi, dan Matematika dalam Hidupku di IPB"

Bunda Marissa Haque Fawzi: "Hukum, Biologi, dan Matematika dalam Hidupku di IPB"


"Ingin Sekali Memaafkan Cyber Bullying oleh Oknum Tim Keluarga Addie MS & Kevin Aprilio"

Sumber: http://it-ict-marissahaque.blogspot.com/

Hasil investigasiku mendapatkan info sebagai berikut:
          Photo Couterssy of Just alvin at Metro TV, Jan 2012

Bahwa Dr. Arif Satria Dekan FEMA IPB dan Dee Kartika Djumadi (keduanya adalah kawan dekat Ketua Partai Demokrat/HMI/Bang Anas Urbaningrum/dulunya' kiblat' mereka semua adalah GOLKAR).

Lalu di IPB akan ada pemilihan Rektor baru tahun 2013. Memang, di IPB dikabarkan kuat didominasi oleh kader serta simpatisan PKS dan PAN.

Apakah karena hal tersebut, maka diduga ada oknum kader dan simpatisan yang berafiliasi ke GOLKAR konon mencoba  'ambil posisi' sebagai kandidat Rektor baru IPB untuk tahun 2013 besok?

Namun, kenapa harus saya yang dikorbankan demi mencapai ambisi menjadi Rektor baru IIPBtahun 2013 besok itu?

Salah seorang sahabat yang menjadi anggota dalam Forum KAHMI IPB, menyampaikan ke saya terkait beberapa info. Bahwa benar dari beragam sumber di Belanda maupun UI bahwa yang bernama Dee Kartika Djumadi adalah produk D.O alias DROP OUT dari FKOM UI (info dari Dr. Sonny di DIKTI). Dan juga yang paling parah adalah bahwa Dee Kartika Djumadi BUKAN seorang PhD lulusan atau alumni dari Amsterdam Universiteit (info dari @buniyani di Leiden, Belanda), seperti yang di-claim-nya selama ini. Dee Kartika Djumadi adalah alumni S1 dari Universitas Gunadharma, Jakarta.

Ya Allah...saya benar-benar memohon, pleaseee... jangan jadikan saya "tumbal" di dalam permainan tersebut. Saya mencintai IPB apa adanya!


Saya ingin menjadi produk Doktor dari IPB dengan DIGNITY serta mampu memberikan NILAI TAMBAH kepada almamater tercinta saya itu.

Saya mendapatkan pencapaian tertinggi  di IPB dengan cara yang terhormat, serta dengan upaya optimal baik dari sisi kognisi, afeksi, juga psiko-motorik. 

Mohon jangan men-down-grade hak saya menjadi terhormat secara intelektual. Saya tidak terima! 

Serta jangan ganggu lagi keluarga saya ya?

Sementara itu @addiems dan keluarganya telah saya maafkan dan juga saya telah meminta maaf. Namun, saya benar-benar meminta kepada Addie MS dan keluarganya, agar ke depannya menjaga perilaku serta ucapan dari Kevin aprilio anak sulungnya. Karena sangat tidak elok lah!

Sejauh yang saya tahu--mohon dimaafkan jika salah--bahwa TWILITE Orkestra yang dipimpin @addiems dibiayai oleh keluarga Bakrie, dan Pak Ical Bakrie adalah Ketua Umum Partai Golkar.

Hmmm... lalu kan saya dulu saat Pilkada Banten 2006 didukung oleh PKS, bukan? Adakah semua ini terdapat hubungan 'benang merah' di dalamnya?

Hhhh... semoga saja tidak demikian adanya!

Karena Pak Dr. Arif Satria adalah orang baik yang mapan secara intelektual. Kalau memang yang bersangkutan ditakdirkan jadi Rektor IPB 2013 yang baru, yah kenapa tidak?

Namun harus jauh-jauh deh Pak Dekan dari seorang perempuan semacam Dee Kartika Djumadi (yang konon kata Mantan Ketua HMI Bogor Prima Gandhi, bahwa Dee Kartika Djumadi adalah seorang janda).

Dari hasil investigasi juga ketahuan bahwa Dee Kartika Djumadi, terpantau sedang "galau" karena belum berhasil mendapat posisi yang dia tuju baik sebagai politisi maupun artis penyanyi. Karenanya dikhawatirkan akan menjadi ancaman kontra produktif terhadap pencitraan yang tengah dibangun dengan baik oleh Pak Dekan Mas Dr. Arif Satria selama ini.

Semoga saran saya ini didengar oleh yang bersangkutan...

Semoga...

"Ingin Sekali Memaafkan Cyber Bullying oleh Oknum Tim Keluarga Addie MS & Kevin 
 Aprilio"

Followers

Interesting Blogs